CHARGER PONSEL BARU DENGAN MEMANFAATKAN KEMAMPUAN LOGAM ALKALI





Charger elektronik portabel PowerTrekk yang ramah lingkungan menggunakan cartridge hidrogen dan sel bahan bakar untuk menghasilkan listrik. (POWERTREKK.COM)



Garam dan Pasir: Charger elektronik portabel PowerTrekk yang ramah lingkungan menggunakan cartridge hidrogen dan sel bahan bakar untuk menghasilkan listrik. Hidrogen dihasilkan ketika air bereaksi dengan natrium silisida yang dibuat dari garam dan pasir.

Karya dari seorang pensiunan profesor kimia menyebabkan ditemukannya sumber energi instan baru yang ramah lingkungan serta bersih, yang dapat memberikan tenaga pada charger elektronik portabel.
Selain membidik pada para penggemar kegiatan outdoor sebagai konsumen utamanya, Penemuan charger ini sangat berguna bagi mereka yang tinggal di negara Dunia Ketiga dimana listrik tidak selalu tersedia, jelas pengembangnya.
James Dye bergabung dengan Michigan State University (MSU) sejak tahun 1953. Dia resmi pensiun hampir 17 tahun lalu, tetapi ia masih sering ke laboratorium ruangan bawah tanah departemen kimia, dan menginspirasi mahasiswa-mahasiswa yang masih belum memperoleh gelar kelulusan dengan kecintaannya terhadap kimia.
Selama 50 tahun Dye telah bekerja dengan logam alkali, golongan unsur yang sangat reaktif termasuk natrium dan lithium yang terkenal berbahaya untuk disimpan dan digunakan. Dye menemukan sebuah cara untuk menstabilkan logam alkali dengan silikon, mengubahnya menjadi bubuk yang aman.
“Dalam laboratorium kami, kami dapat mengasilkan logam alkali silisida, yang pada dasarnya terbuat dari natrium dan silikon, yang pada gilirannya dihasilkan dari garam dan pasir,” kata Dye dalam sebuah siaran pers di MSU.

“Dengan menambahkan air pada natrium silisida, kami dapat menghasilkan hidrogen, yang menimbulkan energi bagi sel bahan bakar. Hasil sampingan natrium silisida ini juga ramah lingkungan. Itu juga merupakan bahan yang sama seperti yang terdapat dalam pasta gigi.”
Bulan lalu, perusahaan yang didirikan bersama-sama dengan Dye, SiGNa Chemistry Inc., meluncurkan cartridge hidrogen Mobile–H2 baru. Sumber energi bagi PowerTrekk berukuran sebesar saku itu berupa sebuah charger elektronik portabel nir-kabel yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi sel bahan bakar Swedia myFC.
Cartridge itu diisi dengan natrium silisida, yang menghasilkan gas hidrogen tekanan rendah, ketika ditambahkan air kurang lebih satu sendok makan. Sel bahan bakar mengubah hidrogen menjadi listrik. Ba-terai kemasan Li-on di charger PowerTrekk bertindak sebagai sumber tenaga penyangga dan kedua.
Pengguna dapat mengisi ulang baterai alat-alat elektronik seperti ponsel, kamera, perangkat GPS, dan mp3 player dengan menghubungkannya pada PowerTrekk melalui USB port.
Hasil sampingannya hanyalah uap air dan sumber air apapun dapat digunakan, termasuk air kotor dan air laut, kata pengembangnya.
“SiGNa telah menciptakan solusi aman untuk menghasilkan tenaga listrik, menghasilkan solusi portabel hemat biaya dan ramah lingkungan,” kata Michael Lefenfeld, CEO SiGNa, dalam sebuah siaran pers.
“PowerTrekk memiliki keunggulan kompetitif terhadap charger portabel tradisional. Tenaga sel bahan bakar dapat dengan segera dihasilkan dan pengisian tidak terpengaruh  oleh cuaca atau posisi matahari, sebagaimana layaknya sel surya. Dibandingkan dengan pengisi baterai travel charger, PowerTrekk menawarkan pengisian yang dapat diandalkan sebagaimana layaknya bahan bakar kemasan yang tidak habis seperti baterai,” kata Björn Westerholm, CEO myFC, dalam sebuah siaran pers.
PowerTrekk dipamerkan pada Mobile World Congress di Barcelona, Spanyol, pada Februari. myFC berencana untuk meluncurkan produk itu secara komersial pada akhir tahun ini.

Apakah Penyakit Akibat Radiasi Menular?

Manusia memang bisa menyebarkan radiasi ke orang di sekelilingnya. Namun ada syaratnya.

Muhammad Firman

Menurut kalkulasi, untuk menyebarkan dosis radiasi sebesar 1 milisievert ke orang yang berdiri dalam jarak 1 meter, seseorang perlu menyimpan 19 juta becquerel iodine radioaktif dalam tubuhnya. (AP Photo/Wally Santana)
Mereka yang dievakuasi dari sekeliling pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, Jepang, harus diperiksa terlebih dahulu terkait tingkat kontaminasi radiasi yang mereka alami sebelum diperkenankan tinggal di kawasan penampungan.

Alasannya, mereka yang tidak berasal dari kawasan Fukushima khawatir bahwa material radioaktif bisa tertinggal di pakaian, kulit, atau bahkan di dalam tubuh para korban, menguap keluar dan meradiasi warga lainnya. Lalu, apakah mereka bisa ‘menularkan’ radiasi?

Menurut Peter Caracappa, peneliti kesehatan dan pakar keamanan radiasi asal Renssealaer Polytechnic Institute, jika seseorang terkontaminasi radiasi di bagian luar, seperti pada pakaian atau kulit, langkah yang perlu dilakukan adalah menyingkirkan radiasi itu.

“Mencuci pakaian dan kulit merupakan cara terbaik untuk mereka dan orang di sekelilingnya,” kata Caracappa, seperti dikutip dari Life Little Mysteries, 3 April 2011.

Setelah pakaian dan kulit seseorang dicuci, kemungkinan mereka akan menyebarkan radiasi ke orang lain juga hilang. “Selain itu, jika mereka telah menelan atau menghirup material radioaktif ke dalam tubuhnya, tidak mungkin radiasi itu akan ditransfer ke orang lain,” ucapnya.

Menurut kalkulasi, untuk menyebarkan dosis radiasi sebesar 1 milisievert ke orang yang berdiri dalam jarak 1 meter, seseorang perlu menyimpan 19 juta becquerel iodine radioaktif dalam tubuhnya. Sebagai gambaran, saat cadangan air Tokyo yang terpapar radiasi iodine 131 mencapai titik terparah, seseorang perlu memasukkan 94 juta galon air itu ke dalam tubuhnya. Ini merupakan jumlah yang tidak mungkin.

Lebih lanjut, paparan radiasi sebesar 1 milisievert juga tidak berbahaya. Ia akan meningkatkan potensi terkena kanker sebesar 0,004 persen sepanjang hidupnya.

Kesimpulannya, menurut Caracappa, setelah pakaian dan kulit mereka yang terkena radiasi dicuci dan disterilkan, mereka tidak lagi memberikan ancaman bagi orang lain di sekelilingnya.
• VIVAnews