SUATU SENJA DI ATHENA RIBUAN TAHUN SILAM (1)

Hall utama Acropolis-Athena yang bersejarah 2.500 tahun – Kuil Parthenon merupakan kebanggaan orang Yunani. (AFP)
Hall utama Acropolis-Athena yang bersejarah 2.500 tahun – Kuil Parthenon merupakan kebanggaan orang Yunani. (AFP)
Setelah memutari sebuah tikungan gunung, benteng kota Athena yang bertengger dengan megah di atas gunung cadas terbentang di pertemuan antara horizon langit dan bumi, hati Aristoteles berbunga. Setelah berjalan cukup lama dan melelahkan, akhirnya tiba di tempat tujuan....
Athena sudah di depan mata, di kota yang bersejarah panjang itu, terdapat seorang tokoh terkenal, Socrates. Konon dia seorang yang paling arif bijaksana di seluruh penjuru. Banyak pelajar yang tak segan menempuh perjalanan ribuan kilometer hanya untuk berguru kepadanya, termasuk diantaranya Aristoteles.
Mencari orang Bijak
Aristoteles mendengar, Socrates suka menghabiskan waktunya di tempat umum, berdiskusi dengan masyarakat tentang beragam tema. Maka itu ia memutuskan begitu tiba, ia harus segera mencari orang bijak yang konon bertubuh pendek kecil dan buruk rupa. Sehari-harinya Socrates berpakaian tipis dan tidak beralas kaki di jalanan Kota Athena.
Aristoteles melintasi tembok kota yang nyaris runtuh dan memasuki kota yang kumuh. Ia tercengang menyaksikan wajah Athena yang bobrok. Beberapa tahun sebelumnya, Athena mengalami kekalahan tragis di dalam perang melawan Sparta, dan sejak saat itu ia tidak mampu bangkit lagi. Meski cahaya mentari sore sama terangnya dengan tempat lain, namun atmosfir yang menyelimuti Athena entah kenapa terasa tidak nyaman.
Jalanan besar di Athena tidak banyak, di kedua sisi gang-gang sempit yang ruwet, berhimpitan rumah-rumah rakyat jelata yang berpola arsitektur sama. Orang asing sering tersesat dalam gang-gang laiknya labirin sedang mempermainkan mangsanya.
Aristoteles bergegas ke Acropolis. Ia berpikir jika memanjat di ketinggian, tentu bisa melihat di mana letak Agora. Disitulah tempat paling banyak berkumpulnya warga, mungkin saja merupakan tempat berteduh Socrates.
Acropolis dibangun megah di atas gunung cadas, dari seluruh sudut kota bisa dengan jelas terlihat kuil Parthenon yang jangkung bertengger diantaranya. Di sepanjang jalan, ia melihat sejumlah batu cadas dan lereng terjal terselip di antara bangunan-bangunan. Orang Athena beranggapan segala benda indah eksis melalui peniruan dari alam. Mereka selain mempertahankan wujud alami kontur geografis, pemilihan lokasi bangunan beserta tampak depannya juga selaras dengan alam, sehingga tercapai harmoni secara keseluruhan yang sempurna.
Acropolis dibangun di atas tebing terjal yang keras, juga dikelilingi oleh tembok kota yang tinggi nan kokoh, sehingga sulit diserang tapi mudah dipertahankan. Sejak berdiri ratusan tahun yang lalu hingga kini, hanya dua kali saja berhasil dijebol musuh.
Pertama kali pada 479 SM, pasukan imperium Persia berhasil menyerbu masuk Acropolis dan membumi-hanguskan seluruh bangunan kuil, namun setelah rakyat Athena berhasil merebut kembali Athena, dalam tempo singkat mereka sukses merenovasinya.
Di atas lokasi lama didirikan kuil yang jauh lebih megah dan masih tetap menyembah Athena, sang Dewi Pelindung Kota Athena. Berikutnya adalah serangan orang Sparta. Mereka tidak melakukan pengrusakan kuil dan mesbah, karena masih serumpun, juga sama-sama mempercayai Dewata Gunung Olympia.
Meski Aristoteles buru-buru hendak menemui Socrates, namun tidak berani gegabah dalam persoalan ibadah terhadap para dewa. Apalagi, yang diurusi Athena, sang Dewa Pelindung, justru adalah kebijaksanaan, sedangkan diri sendiri datang bukankah juga demi mencari kebenaran?
Baru saja Aristoteles memasuki pintu utama, ia menyaksikan patung Athena begitu besar dan cemerlang yang mengenakan rompi perang kuning keemasan, di satu tangan memegang tombak, di tangan lainnya memegang tameng, berkilauan di bawah sorotan sinar matahari. Konon tatkala Kota Athena baru didirikan dan belum diberi nama, Athena si Dewi Kebijaksanaan dengan Dewa Laut Poseidon berniat menjadi dewa pelindung kota tersebut. Mereka menyanggupi kota itu sebagai hadiah dan menyerahkan pemilihannya kepada rakyat.
Poseidon menghadiahi sebuah sumur kepada warga kota, akan tetapi air yang keluar dari sumur terasa asin; sedangkan Athena memberikan sebatang pohon zaitun. Pohon zaitun bisa untuk berteduh, batang dan dahannya bisa dijadikan kayu bakar dan zaitun bisa pula dikonsumsi atau diperas diambil minyaknya, maka orang-orang memilih Athena sebagai Dewi Pelindung, oleh karena itu kota tersebut dinamakan Athena.
Orang Athena dengan tulus menyembah Dewi tersebut. Bukan hanya di Akropolis saja, tapi di Agora dan semua sudut kota, bisa ditemukan kuil-kuil Athena besar maupun kecil.
Aristoteles cukup lama mengamati patung itu. Setelah memohon untuk menganugerahinya kebijaksanaan dan kekuatan untuk mencari kebenaran kepada sang Dewi, ia menelusuri tembok kota satu putaran. Segera ia menemukan sebuah jalan yang langsung menuju ke Agora. Ia begitu gembira dan tanpa sempat melihat bangunan lainnya, ia lantas meninggalkan Acropolis menuju Agora.
Mendengar berita buruk
Aristoteles tiba di Agora saat langit belum petang, di atas lapangan masih terdapat beberapa kelompok orang berkumpul berdiskusi dengan suara perlahan. Selain untuk berdagang, berdiskusi masalah politik dan berpidato, tempat itu juga bisa digunakan untuk mengumumkan instruksi pemerintah, mengkhotbahkan ajaran dan penyembahan kepada penguasa alam.
Beranda Zeus yang tidak jauh letaknya dari situ, konon adalah tempat Sokrates setiap hari mangkal dan berdiskusi dengan masyarakat. Parlemen, pengadilan dan  instansi-instansi pemerintah semuanya dibangun di sekitar lokasi tersebut, boleh dibilang Agora merupakan jantung Athena.
Aristoteles memandangi orang-orang di seputar lapangan dan tidak menemukan orang yang menyerupai Sokrates seperti yang digambarkan khalayak, ia lantas menghampiri dua orang yang paling berdekatan dengan posisinya.
”Kawan terhormat, apa kabar?” sapa Aristoteles.
”Baik!” jawab kedua orang itu terkesan agak asal-asalan.
Aristoteles tidak memperhatikan mimik mereka yang sedih, ia melanjutkan, “Saya dari luar daerah dan hendak mengunjungi Sokrates, bisakah Anda memberitahu kepada saya, dimana saya bisa menemuinya?”
Salah seorang yang agak muda menjawab dengan pedih, “Ia akan pergi sendiri ke suatu tempat yang tidak bisa kita ikuti, jika Anda sekarang segera menyusulnya, barangkali masih sempat berpamitan dan mendengarkan khotbah terakhirnya.”
Aristoteles sangat terkejut, ia segera menanyakan apa yang telah terjadi?
“Socrates, sahabat kami, dijatuhi hukuman mati oleh parlemen, ia dikurung di dalam penjara  selama 30 hari, hari ini sudah harus dieksekusi.”
Salah seorang yang lebih tua menjelaskan dengan perasaan terpukul dan menambahkan: “Saya adalah Paeanier, teman Socrates, saya sekarang hendak menemaninya pada saat-saat terakhir, jika Anda hendak menemuinya, silakan ikuti saya.”

0 komentar:

Posting Komentar