ULASAN TENTANG BULAN - SATELIT BUATAN MANUSIA : PERNAHKAH BULAN MENERANGI MANUSIA ZAMAN KUNO?




Pada 1968 Joseph Meister, ahli fosil amatir di Utah – AS, menemukan trilobite pada jejak sepatu yang pernah hidup di bumi pada 600 - 200 juta tahun yang lampau. (HENRY JOHNSON)




Pada 1968 Joseph Meister, ahli fosil amatir di Utah – AS, menemukan trilobite pada jejak sepatu yang pernah hidup di bumi pada 600 - 200 juta tahun yang lampau. (HENRY JOHNSON)
Bulan purnama bersinar di langit, waktu berlalu bagai air mengalir. Li Bai sastrawan China kuno yang tersohor menanyakan bulan kepada arak di dalam cawannya,  berkeluh kesah: “Manusia sekarang tidak melihat bulan zaman dahulu, rembulan sekarang pernah menerangi manusia masa lalu.” Lain lagi dengan Su Shi, sastrawan China kuno, yang menanyakan langit biru kepada araknya. Hatinya lantas tersentuh dan berujar:  “Tahukah menara pengintai di surga, sudah tahun ke berapakah malam ini?”.
Berbicara tentang rahasia paling besar di dunia, bukan surga, bukan pula bumi, melainkan “manusia” dari tiga elemen, “surga, bumi, manusia”. Asal usul manusia, sejarah manusia, masa depan manusia, itulah permasalahan utama yang seharusnya perlu kita perjelas. Bagaikan pencerahan para Nabi, siapakah saya, dari mana, hendak kemana.
Barangkali bulan itu masih saja rembulan yang lama, namun manusia saat ini bukan lagi manusia zaman dulu, umat manusia sudah berubah dan berganti masa hidup-mati yang tak terhingga.   
”Kehidupan umat manusia bukan hanya sekali ini saja.” Ini konsep terbaru para arkeolog modern. Meski sebagian besar masyarakat masih saja menganggap konsep ini mustahil bak kisah 1001 malam, namun setumpuk bukti arkeologi telah dengan mantap membuktikan sifat keilmiahan teori semacam itu.
Peradaban prasejarah
10 tahun lalu, para ilmuwan merasa risau. Menurut prinsip teori evolusi, umat manusia berasal dari makhluk bersel tunggal, kemudian berevolusi ke wujud manusia modern yang memiliki akal-budi yang akhirnya berkembang menjadi suatu peradaban. Hingga kini maksimal belum melewati 10.000 tahun. Berarti sebelum 10.000 tahun silam, sosok makhluk berakal-budi tidak eksis di planet kita, tidak mungkin mencipta benda “tak wajar” apapun. Akan tetapi yang menyiksa para ilmuwan ialah, mereka ternyata telah menemukan “monumen peradaban” yang berusia beberapa puluh ribu tahun bahkan dari era ratusan juta tahun silam. 
Seperti Bola Logam berusia 2,8 miliar tahun yang ditemukan di Afrika Selatan, reaktor nuklir skala besar berusia 2 miliar tahun lebih di Gabon, tapak kaki manusia di atas batu yang menginjak Trilobite pada beberapa ratus juta tahun yang silam dan lain-lain. Semua itu berupa produk peradaban yang berlainan era. Maka para ilmuwan telah mengajukan teori peradaban prasejarah berkali-kali. Mereka beranggapan, di atas bumi kita ini pernah eksis berkali-kali kehidupan umat manusia dan peradaban prasejarah.
Sejarah umat manusia persis seperti yang dimaksud oleh kebudayaan timur dengan konsep reinkarnasi sesudah mengalami perubahan berkala, yakni “tercipta, menetap, rusak, musnah”, lantas memasuki siklus perputaran “tercipta, menetap, rusak, musnah” berikutnya.      
Ilmu pengetahuan terkini menemukan, bumi yang kita tempati ini, pernah mengalami berkali-kali pemusnahan lokal berskala besar. Banyak hal telah menyebabkan pemusnahan, misalnya tumbukan antara bumi dengan meteorit sehingga menyebabkan musnahnya aneka ragam makhluk hidup era dinosaurus, banjir besar, gempa besar, timbul tenggelamnya plat kontinental, perubahan iklim mendadak dan lainnya. Di sebelah kontinental Eropa kini,  pernah eksis Eropa yang lebih maju yang pada akhirnya ditenggelamkan ke dasar lautan. 
Penyebab utama kalangan iptek pada dewasa ini tidak mau mengakui secara terbuka peradaban prasejarah ialah perselisihan antara ilmu pengetahuan empiris dengan agama. Mengakui peradaban prasejarah sama saja dengan mengakui legenda dan kejadian klasik yang terdapat di dalam agama adalah realitas. Itu kenyataan yang tak rela dihadapi para ateis. Mereka dengan tameng “metode pengujian tahun arkeologi apakah sudah tepat” ini untuk menolak topik penelitian ilmiah tersebut agar tidak lebih mengakar atau tersiar semakin luas ke masyarakat.

Kembali ke jati diri
Ada yang mengatakan, saya bukan ilmuwan. Bulan mau datang dari mana dan apakah tumbuhan memiliki perasaan, sama sekali saya tidak peduli. Segala persoalan itu ada kaitan apa dengan kehidupan saya sehari-hari?
Sebetulnya yang penulis diskusikan di sini bukan melulu sejumlah fenomena ilmu pengetahuan, melainkan hal itu sendiri memendam semacam inspirasi. Misalkan tumbuhan memiliki perasaan laiknya manusia dan andaikata 6 jalur reinkarnasi yang dimaksud di dalam agama tertentu benar adanya, misalkan saja bulan diciptakan oleh manusia pra sejarah, mengapa umat manusia kala itu lantas tersingkirkan? Siapa gerangan yang mengendalikan nasib manusia? Bagaimanakah diri sendiri baru bisa melompat keluar dari pusaran reinkarnasi “Tercipta, menetap, rusak, musnah”?
Ada yang berilustrasi kehidupan ini bagaikan gedung berlantai tiga. Penduduk lantai paling bawah kebanyakan mementingkan keduniawian. Saat zaman serba modern seperti ini, manusia terikat dengan kenikmatan fisik berlebihan yang diperoleh dari pengejaran peradaban konsumtifisme.
Manusia dengan kaki yang kuat rela tinggal di lantai-2, di sana mereka bisa melihat posisi lebih tinggi. Penduduk lantai-2 gabungan antara ilmuwan dan seniman. Mereka mengejar perolehan dari ranah spiritual, setiap menjumpai problema selalu bertanya mengapa.







Jejak sepatu setelah dibesarkan, seekor trilobite terlihat pada bagian atas kiri. (CREATION EVIDENCE MUSEUM)
Sedangkan yang tinggal di lantai tertinggi adalah penganut agama dan kultivator yang saleh. Rasa ingin tahu mereka pada setiap kejadian sangat besar. Mereka senantiasa ingin menemukan jawaban yang lebih mendalam dan mendasar dari wilayah jasmani dan rohani.    
Akan tetapi saat ini merupakan era yang istimewa. Tak peduli kita berada di belahan bumi yang mana, juga tak memandang perbedaan status sosial dan pengalaman hidup, pada suatu malam bulan purnama, atau pada suatu saat di kala sedang menyendiri, hati kita pasti serasa mendapatkan semacam seruan dan semacam panggilan untuk pulang.
Saat ini banyak orang ingin menetap di lantai-3, yang terpampang di hadapan mereka ialah horizon yang lebih luas dan jauh.

0 komentar:

Posting Komentar